Beranda | Artikel
Hukum Bertanya Kepada Penyihir dan Peramal
Kamis, 11 Agustus 2022

HUKUM BERTANYA KEPADA PENYIHIR DAN PERAMAL

Segala puji hanya bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala semata, shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada nabi dan rasul paling mulia, nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan para sahabatnya. Adapun sesudah itu:

Sudah banyak tersebar di tengah masyarakat bahwa ada orang yang bergantung dengan dukun, peramal, penyihir dan semisal mereka, untuk mengetahui masa depan, keberuntungan, mencari pasangan hidup, lulus dalam ujian dan perkara lainnya yang hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala yang mengetahuinya. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

عَالِمَ الْغَيْبِ فَلاَ يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ . إِلاَّمَنِ ارْتَضَى مِن رَّسُولٍ فَإِنَّهُ يَسْلُكُ مِن بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ رَصَدًا

(Dia adalah Rabb) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu. * Kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya. [al-Jinn/72:26-27]

Dan firman-Nya:

قُل لاَّيَعْلَمُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ الْغَيْبَ إِلاَّ اللهُ

Katakanlah:”Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah”, dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan. [an-Naml/27:65]

Maka para dukun, peramal, penyihir dan semisal mereka, Allah Subhanahu wa Ta’ala dan rasul-Nya telah menjelaskan kesesatan mereka, hukuman mereka di akhirat, dan sesungguhnya mereka tidak mengetahui yang gaib. Mereka hanya berbohong kepada manusia dan mengatakan yang tidak benar kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, sedangkan mereka mengetahui. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَاتَّبَعُوا مَا تَتْلُوا الشَّيَاطِينُ عَلَى مُلْكِ سُلَيْمَانَ وَمَاكَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَكِّنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَآأُنزِلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوتَ وَمَارُوتَ وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولآ إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلاَ تَكْفُرْ فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ وَمَاهُم بِضَآرِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلاَّ بِإِذْنِ اللَّهِ وَيَتَعَلَّمُونَ مَا يَضُرُّهُمْ وَلاَ يَنفَعُهُمْ وَلَقَدْ عَلِمُوا لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَالَهُ فيِ اْلأَخِرَةِ مِنْ خَلاَقٍ وَلَبِئْسَ مَاشَرَوْا بِهِ أَنفُسَهُمْ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ

Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaiu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan:”Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir”. Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan ijin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barang siapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya sendiri dengan sihir, kalau mereka mengetahui.  [al-Baqarah/2:102]

Dan firman-Nya:

إِنَّمَا صَنَعُوا كَيْدُ سَاحِرٍ وَلاَيُفْلِحُ السَّاحِرُ حَيْثُ أَتَى

Sesungguhnya apa yang mereka perbuat itu adalah tipu daya tukang sihir (belaka). Dan tidak akan menang tukang sihir itu, dari mana saja ia datang”. [Thaha/20: 69]

Dan firman-Nya:

وَأَوْحَيْنَآ إِلَى مُوسَى أَنْ أَلْقِ عَصَاكَ فَإِذَا هِيَ تَلْقَفُ مَايَأْفِكُونَ . فَوَقَعَ الْحَقُّ وَبَطَلَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

Dan Kami wahyukan kepada Musa:”Lemparkanlah tongkatmu!”. Maka sekonyong-konyong tongkat itu menelan apa yang mereka sulapkan. * Karena itu nyatalah yang benar dan batallah yang selalu mereka kerjakan. [al-A’raaf/7:117-118]

Ayat-ayat ini dan semisalnya menjelaskan kerugian penyihir dan akibatnya di dunia dan akhirat, ia tidak datang dengan kebaikan, dan sesungguhnya yang dia pelajari dan dia ajarkan kepada yang lain membahayakan pelakunya dan tidak berguna baginya, sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan bahwa perbuatan mereka batil. Dan dalam hadits shahih dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

اجْتَنِبُوْا السَّبْعَ الْمُوْبِقَاتِ. قَالُوْا:يَارَسُوْلَ اللهِ وَمَا هُنَّ؟ قَالَ: الشِّرْكُ بِاللهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ وَأَكْلِ الرِّبَا وَأَكْلِ مَالِ الْيَتِيْمِ وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلاَتِ

Jauhilah tujuh perkara yang membinasakan. Mereka bertanya: apakah itu, wahai Rasulullah? Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: ‘Menyekutukan Allah Subhanahu wa Ta’ala, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah Subhanahu wa Ta’ala kecuali dengan sebab yang dibenarkan agama, memakan riba, memakan harta anak yatim, kabur dari medan perang, menuduh zina terhadap wanita yang terjaga dari perbuatan dosa, tidak tahu menahu dengannya dan beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.’ Muttafaqun ‘alaih.

Hadits ini menunjukkan begitu besarnya dosa sihir, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala menyertakannya dengan perbuatan syirik dan mengabarkan bahwa ia termasuk perkara yang membinasakan. Sihir adalah kafir karena ia tidak bisa sampai kepadanya kecuali dengan kufur.  Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولآ إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلاَ تَكْفُرْ

sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan:”Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir”. [al-Baqarah/2:102]

Dan diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda:

حَدُّ السَّاحِرِ ضَرْبَةٌ بِالسَّيْفِ

Hukuman  penyihir adalah ditebas dengan pedang.”[1]

Dan dalam riwayat yang shahih dari Amirul Mukminin Umar bin Khathab Radhiyallahu anhu, ia menyuruh membunuh sebagian penyihir dari laki-laki dan perempuan. Dan seperti inilah diriwayatkan dari Jundub al-Khair al-Azdi Radhiyallahu anhu, salah seorang sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa ia membunuh sebagian penyihir.  Dan dalam riwayat yang shahih dari Hafshah radhiyallahu ‘anha, ia menyuruh membunuh budak wanita miliknya yang telah menyihirnya, lalu budak wanita itu  dibunuh. Dan dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata: orang-orang bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang para dukun.’ Maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Mereka tidak ada apa.‘ Mereka bertanya: ‘Sesungguhnya mereka terkadang menceritakan sesuatu lalu menjadi kenyatakan.’ Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Itu adalah kata-kata dari al-Haqq yang dicuri oleh jin, lalu mereka mengulang-ulangnya di telinga kekasihnya, lalu mereka mencampur padanya lebih dari seratus kebohongan.’ HR. al-Bukhari.[2]

Dan dalam riwayatkan Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ اقْتَبَسَ عِلْمًا مِنَ النُّجُوْمِ فَقَدْ اقْتَبَسَ شُعْبَةً مِنَ السِّحْرِ زَادَ مَا زَادَ

Barangsiapa yang mengambil satu ilmu dari ilmu nujum (astrologi) niscaya ia telah mengambil satu cabang dari sihir, setiap bertambah ilmu yang dipelajarinya bertambah pula dosanya.”[3] HR. Abu Daud dan isnadnya shahih.

Dan dalam riwayat an-Nasa`i, dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

مَنْ عَقَدَ عُقْدَةً ثُمَّ نَفَثَ فِيْهَا فَقَدْ سَحَرَ وَمَنْ سَحَرَ فَقَدْ أَشْرَكَ وَمَنْ تَعَلَّقَ شَيْئًا وُكِّلَ إِلَيْهِ

Barangsiapa mengikat buhul, kemudian meniup padanya maka sungguh ia telah menyihir, dan barangsiapa yang menyihir berarti ia berbuat syirik, dan barangsiapa yang bergantung kepada sesuatu maka dirinya dijadikan Allah Subhanahu wa Ta’ala mengandalkan sesuatu itu.”[4]

Hadits ini menunjukkan bahwa sihir adalah perbuatan syirik karena hal itu tidak bisa terwujud tanpa menyembah jin dan mendekatkan diri kepada mereka dengan cara melaksanakan permintaan mereka seperti menyembelih dan berbagai bentuk ibadah lainnya, dan ibadah kepada mereka adalah perbuatan syirik.

Dukun: yaitu orang yang mengaku bahwa ia mengetahui sebagian yang gaib, dan mayoritas hal itu dari orang yang melihat bintang untuk mengetahui berbagai peristiwa, atau menggunakan orang yang mencuri pendengaran (berita) dari para jin yang nakal, seperti yang disebutkan dalam hadits di atas. Dan seperti mereka ada yang menggali di pasir atau melihat di gelas atau di telapak tangan dan semisal yang demikian itu. Dan seperti ini pula orang yang membuka buku sebagai pengakuan dari mereka bahwa mereka mengetahui yang gaib, dan mereka adalah orang kafir dengan keyakinan ini, karena mereka mengaku sama seperti Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam salah satu sifat khusus-Nya, yaitu mengetahui perkara gaib, dan karena mereka mendustakan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

قُل لاَّيَعْلَمُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ الْغَيْبَ إِلاَّ اللهُ

Katakanlah:”Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah”, dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan. [an-Naml/27: 65]

Dan firman-Nya kepada nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

قُل لآأَقُولُ لَكُمْ عِندِى خَزَآئِنُ اللهِ وَلآأَعْلَمُ الْغَيْبَ وَلآأَقُولُ لَكُمْ إِنِّي مَلَكٌ إِنْ أَتَّبِعُ إِلاَّ مَايُوحَى إِلَيَّ

Katakanlah:”Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku ini malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang telah diwahyukan kepadaku. [al-An’aam/6:50]

Barangsiapa yang datang kepada mereka dan mempercayai ucapan mereka tentang ilmu gaib maka ia kafir, berdasarkan hadits riwayat Ahmad dan ashhab sunan (empat kitab sunan) dari hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ أَتَى عَرَافًا أَوْ كَاهِنًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُوْلُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم.

Barangsiapa yang mendatangi peramal atau dukun, lalu membenarkan ucapannya maka sungguh telah kufur (ingkar)  dengan wahyu yang diturunkan kepada Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.”

Dan Muslim meriwayatkan dalam shahihnya, dari sebagian istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sesungguhnya beliau bersabda:

مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْئٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةٌ أَرْبَعِيْنَ لَيْلَةً

Barangsiapa yang mendatangi peramal lalu bertanya kepadanya tentang sesuatu niscaya shalatnya tidak diterima selama 40 hari.”

Dan dari Imran bin Hushain Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَطَيَّرَ أَوْ تُطُيِّرَ لَهُ, أَوْ تَكَهَّنَ أَوْ تُكُهِّنَ لَهُ, أَوْ سَحَرَ أَوْ سُحِرَ لَهُ. وَمَنْ أَتَى كَاهِنًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُوْلُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم.

Bukan termasuk golongan kami orang yang melakukan atau meminta tathayyur (menganggap sial dengan sesuatu) untuknya, atau meramal atau meminta diramal untuknya, atau menyihir atau meminta disihir untuknya, dan barangsiapa yang mendatangi dukun lalu membenarkan ucapannya, maka sungguh ia telah kafir dengan wahyu yang diturunkan kepada Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” HR. al-Bazzar dengan isnad jayyid.[5]

Dari hadits-hadits yang telah kami sebutkan, jelaslah bagi pencari kebenaran bahwa ilmu nujum (astrologi), yang dinamakan peramal, membaca telapak tangan, membaca gelas, mengenal garis dan semisal yang demikian itu yang diakui oleh para dukun, peramal dan penyihir, semuanya termasuk ilmu jahiliyah yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan dari perbuatan mereka yang Islam datang untuk membatalkannya, memperingatkan dari perbuatannya, atau mendatangi pelakunya dan bertanya kepadanya tentang sesuatu, atau mempercayai ucapannya, karena hal itu termasuk ilmu gaib yang hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala yang mengetahuinya.

Nasehat saya bagi setiap orang yang bergantung dengan perkara ini agar ia bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan meminta ampun kepada-Nya, hendaklah ia berpegang kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, bertawakal kepada-Nya dalam segala perkara serta melakukan sebab-sebab yang dibolehkan, dan hendaklah ia meninggalkan perkara-perkara jahiliyah, menjauh darinya, memperingatkan bertanya kepada pelakunya atau membenarkan mereka karena taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan rasul-Nya, dan menjaga agama dan aqidahnya, menjaga diri dari kemurkaan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepadanya, dan menjauhkan diri dari sebab-sebab kesyirikan dan kufur yang barangsiapa yang mati atasnya niscaya ia rugi dunia dan akhirat.

Kami memohon afiyat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala  dari hal itu, kita berlindung kepada-Nya dari segala hal yang menyalahi syari’atnya atau menjerumuskan dalam murka-Nya. sebagaimana kami memohon kepada-Nya agar memberi taufik kepada kita dan semua kaum muslimin untuk memahami agama-Nya dan berpegang teguh atasnya. Dan semoga Dia Subhanahu wa Ta’ala  melindungi kita semua dari fitnah yang menyesatkan dan dari kejahatan diri kita dan keburukan amal perbuatan kita. Sesungguhnya Dia Subhanahu wa Ta’ala Yang Mengatur hal itu dan Maha Kuasa atasnya. Semoga rahmat dan kesejahteraan Allah Subhanahu wa Ta’ala selalu tercurah kepada nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabatnya.

Syaikh Bin Baz- Majmu’ Fatawa wa Maqalat mutanawwi’ah (2/118-122).  

[Disalin dari  حكم السحرة والعرافين ونحوهم وتصديقهم Penulis Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz -rahimahullah- , Penerjemah : Muhammad Iqbal A. Gazali, Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com 2009 – 1430]
______
Footnote
[1] HR. at-Tirmidzi 1460, ad-Daruquthni 3/114 (112), ath-Thabrani dalam al-Kabir 2/161 (1665, 1666), al-Hakim 4/360 (8073). At-Tirmidzi menegaskan shahih mauquf kepada Jundub bin Abdullah Radhiyallahu anhu.
[2]  HR. al-Bukhari 7561.
[3]  HR. Abu Daud 3905, Ibnu Majah 3726, Ahmad 1/311, dan dihasankan oleh Albani dalam Shahih Abu Daud 3305.
[4] HR. an-Nasa`i 4079, ath-Thabrani dalam al-Ausath 1469 dari hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu dengan sanad yang layyin.
[5]  HR. al-Bazzar (9/52) dari hadits Imran bin Hushain Radhiyallahu anhu. Al-Haitsami menyebutkan dalam al-Majma’ (5/117) dan berkata: Perawinya adalah para perawi shahih selain Ishaq bin Rabi’, dia tsiqah.


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/59770-hukum-bertanya-kepada-penyihir-dan-peramal.html